0

JAMSOSTEK

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Salah satu kewajiban negara adalah melindungi setiap warga negaranya baik secara fisik, mental, sosial dan ekonomi sebagai imbal balik kesetiaan warga negara kepada negara baik dalam bentuk pembayaran pajak secara rutin atau ketundukan pada peraturan hukum di negara tersebut. Poin tersebut juga tercakup dalam Pancasila dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia yang merupakan buah pemikiran bangsa ini sejak awal kemerdekaan. Realisasi perlindungan tersebut dalam konteks perlindungan, asuransi atau jaminan sosial

Asuransi merupakan lembaga ekonomi yang berfungsi sebagai salah satu bentuk penanggulangan resiko. Menurut Pasal 246 KUHD Republik Indonesia, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberi penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu. Asuransi sosial tenaga kerja merupakan salah satu jenis kegiatan asuransi yang memberikan perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja di sektor formal seperti jamina kecelakan kerja, jaminan hari tua atau pensiun, jaminan kematian, dan jaminan kesehatan.
Peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional meningkat dengan disertai berbagai tantangan risiko yang dihadapi. Oleh karena itu kepada tenaga kerja perlu diberikan perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraannya, sehingga pada gilirannya akan dapat meningkatkan produktivitas nasional.
Bentuk perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan dimaksud diselenggarakan dalam bentuk program jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) yang bersifat dasar, dengan berazaskan usaha bersama, kekeluargaan dan gotong royong. Pada dasarnya program ini menekan pada perlingdungan bagi tenaga kerja yang relatif mempunyai kedudukan yang lebih rendah. Oleh karena itu pengusaha memikul tanggung jawab utama dan secara moral pengusaha mempunyai kewajiban untuk meningkatkan perlingdungan dan kesejahteraan tenaga kerjanya. Disamping itu, sudah sewajarnya apabila tenaga kerja juga berperan aktif dan ikut bertanggungjawab atas pelaksanaan program jamsostek.
Penyelenggaraan program jamsostek merupakan sebagian dari tugas pokok pemerintah di bidang ketenaga kerjaan sebagaimana diatur dalam UU No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja khususnya pasal 10 dan pasal 15.
Untuk menjamin pelaksanaan program jamsostek, PT. JAMSOSTEK sebagai Badan Usaha Millk Negara secara prinsip telah di tunjuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program jamsostek yang merupakan penjabaran pasal 25 UU No .3 tahun 1992 dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya mengutamakan pelayanan kepada peserta dalam rangka peningkatan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya.
Dalam pelaksanaan program jamsostek tidak sedikit hambatan yang dihadapi, sehingga dalam upaya peningkatan kepesertaannya PT. JAMSOSTEK perlu membenahi diri baik secara intern organiaasi, sumber daya manusia, pemberdayaan, peraturan dan perundang-undangan maupun esktern (peningkatan profesionalisme pelayanan).




B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan asuransi sosial tenaga kerja?
2. Apa yang dimaksud dengan Jamsostek?
3. Program-program apa saja yang ditawarkan oleh Jamsostek?
4. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam menjaring kepesertaan Jamsostek?
5. Apa saja yang harus dilakukan Jamsotek untuk menanggulangi kendala-kendala tersebut?

C. Tujuan Makalah
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan :
1. Pengertian asuransi sosial tenaga kerja.
2. Tentang lembaga asuransi Jamsostek dan program-program yang ditawarkan oleh Jamsostek.
3. Kendala-kendala yang dihadapi Jamsostek dalam menjaring kepesertaan dan cara-cara penanggulangan kendala-kendala tersebut.



BAB II
ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA


A. Asuransi
Seperti kita ketahui salah satu cara penanggulangan risiko adalah dengan mengasuransikan suatu risiko kepada perusahaan asuransi. Cara ini dianggap sebagai metode yang paling penting dalam upaya menanggulangi risiko. Karenanya banyak orang yang berpendapat bahwa manajemen risiko sama dengan asuransi. Padahal keadaaan yang sebenarnya tidaklah demikian.
Asuransi artinya transaksi pertanggungan, yang melibatkan dua pihak, tertanggung dan penanggung. Dimana penanggung menjamin pihak tertanggung, bahwa ia akan mendapatkan penggantian terhadap suatu kerugian yang mungkin akan dideritanya, sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau yang semula belum dapat ditentukan saat / kapan terjadinya. Sebagai kontraprestasinya si tertanggung di wajibkan membayar sejumlah uang kepada si penanggung, yang besarnya sekian prosen dari nilai pertanggungan, yang biasa disebut "premi".
Lapangan asuransi di Indonesia, menurut pasal 247 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang berbunyi sebagai berikut:
Pertanggungan itu antara lain dapat mengenai bahaya kebakaran, bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian yang belum dipaneni, jiwa satu atau beberapa orang, bahaya laut dan perbudakan, bahaya yang mengancam pengangkutan di daratan, di sungai, dan di perairan darat.
Asuransi sosial di Indonesia diadakan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1977 dan Undang-undang Kecelakaan Tahun 1947. Pelaksanaannya adalah Perum astek (Perusahaan Umum Asuransi Sosial Tenaga Kerja) dan Perum Taspen (Perusahaan Umum Tabungan Aduransi Pegawai Negeri).
Prinsip-Prinsip Dasar Asuransi
a. Prinsip Indemnitas
Tujuan orang mengasuransikan adalah untuk mendapatkan ganti kerugian apabila terjadi kerusakan atas barang yang diasuransikan. Ganti kerugian ini pada dasarnya setinggi-tingginya adalah sebesar kerugian yang sungguh-sungguh diderita oleh tertanggung.
b. Prinsip Kepentingan yang dapat diasuransikan
Seseorang hanya boleh dan berhak untuk mengasuransikan suatu obyek apabila ia mempunyai kepentingan terhadap barang termaksud. Apabila ia tidak mempunyai kepentingan terhadap barang termaksud, tindakannya dapat dianggap sebagai penipuan atau spekulasi dan oleh karenanya tidak sah.
c. Prinsip Utmost Good Faith
Mengingat tidak semua barang yang diasuransikan dapat diperikasa lebih dahulu sebelum penetupan asuransi dilakukan, maka unsur kepercayaan memegang peranan yang sangat penting dalam asuransi.
d. Prinsip Subrogasi
Yaitu hak tuntut kepada pihak ketiga berpindah dari tertanggung kepada penanggung dengan diselesaikannya klaim tertanggung oleh penanggung. Prisip ini sangat erat kaitannya dengan prisip indemnitas termaksud di atas.
Resiko adalah ketidakpastian mengenai kerugian. Definisi ini memuat dua konsep yaitu ketidakpastian dan kerugian. Walaupun kedua konsep ini penting dalam asuransin resiko itu sendiri adalah ketidakpastian dan bukan merupakan kerugian, karena bisa terjadi resiko tersebut menimbulkan keuntungan.
Disamping sebagai bentuk pengendalian risiko (secara finansial), asuransi juga memiliki berbagai manfaat yang diklasifikasikan ke dalam : fungsi utama, fungsi skunder dan fungsi tambahan. Fungsi utama asuransi adalah sebagai pengalihan risiko, pengumpulan dana dan premi yang seimbang. Fungsi skunder asuransi adalah untuk merangsang pertumbuhan usaha, mencegah kerugian, pengendalian kerugian, memiliki manfaat sosial dan sebagai tabungan. Sedangkan fungsi tambahan asuransi adalah sebagai investasi dana dan invisible earnings.
Tidak semua risiko dapat diasuransikan. Resiko-risiko yang dapat diasuransikan adalah : risiko yang dapat diukur dengan uang, risiko homogen (risiko yang sama dan cukup banyak dijamin oleh asuransi), risiko murni (risiko ini tidak mendatangkan keuntungan), risiko partikular (risiko dari sumber individu), risiko yang terjadi secara tiba-tiba (accidental), insurable interest (tertanggung memiliki kepentingan atas obyek pertanggungan) dan risiko yang tidak bertentangan dengan hukum.

B. Asuransi dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia saat ini dikenali banyak pengertian/definisi tentang asuransi dan jaminan sosial. Misalnya dalam UU No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, dinyatakan bahwa;

“Jaminan sosial sebagai perwujudan dari pada sekuritas sosial adalah seluruh sistem perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial bagi WN yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat guna memelihara taraf kesejahteraan sosial”

Sementara itu, dalam UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, disebutkan bahwa;

“Program Asuransi Sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu UU, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat”

Dalam asuransi sosial, seperti halnya konsep asuransi pada umumnya, namun dalam hal ini bersifat “sosial”, maka besarnya premi merupakan sharing antara pemberi kerja (yaitu pemerintah atau pengusaha) dan pekerja (PNS atau pegawai) – yang mempunyai hubungan kerja. Sedangkan bantuan sosial, berupa “bantuan” dalam bentuk, misalnya, block grant atau emergency fund dengan tujuan sosial.
Dengan mengacu pada pengertian tersebut di atas, maka yang dapat digolongkan sebagai asuransi sosial yang ada di Indonesia adalah: asuransi kesehatan (Askes), asuransi bagi anggota TNI/Polri – dulu ABRI (Asabri), jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek), asuransi kecelakaan (Jasa Raharja), asuransi sosial (masih tahap uji coba oleh Depsos), dan tabungan asuransi pensiun (Taspen).
Cakupan manfaat yang diperoleh melalui asuransi sosial meliputi: jaminan kesehatan, jaminan hari tua (JHT), pensiun, jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan pemutusan hubungan kerja (JPHK), dan santunan kematian. Cakupan manfaat ini hanya diperuntukkan bagi mereka yang bekerja di sektor formal (swasta – yang memiliki hubungan kerja), PNS, dan TNI serta Polri. Sedangkan, mereka yang bekerja di sektor informal belum dapat menikmati manfaat asuransi sosial ini. Padahal kita mengetahui, bahwa masih banyak tenaga kerja Indonesia yang bekerja di sektor informal.
Pembiayaan premi dengan prinsip sharing baik oleh pekerja maupun oleh pemberi kerja (pemerintah atau pengusaha). Beberapa negara (misalnya Thailand) dapat memanfaatkan resources dari pajak secara langsung. Bagi perusahaan yang ditunjuk melaksanakan jaminan sosial, deviden perusahaan seyogyanya dikembalikan kepada para pembayar premi, misalnya melalui peningkatan pelayanan (sosial, peningkatan kualitas pelayanan, dll). Selama ini, BUMN pengelola asuransi (seperti PT Askes, PT. Jamsostek, dan PT Jasa Raharja) mengeluhkan adanya keharusan menyerahkan deviden kepada pemerintah. Khusus untuk PT Taspen, mengeluhkan tidak adanya sharing dari Pemerintah selaku pemberi kerja (premi hanya dibayar oleh PNS), sehingga nilai jaminan hari tua dan pensiun yang diperoleh PNS relatif kecil, karena pembayar premi hanya oleh PNS.
Pelaksanaan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia secara umum meliputi penyelengaraan program-program Jamsostek, Taspen, Askes, dan Asabri. Penyelengaraan program Jamsostek didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, program Taspen didasarkan pada PP No 25 Tahun 1981, program Askes didasarkan pada PP No 69 Tahun 1991, program Asabri didasarkan pada PP No 67 Tahun 1991, sedangkan program Pensiun didasarkan pada UU No 6 Tahun 1966. Penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia berbasis kepesertaan, yang dapat dibedakan atas kepesertaan pekerja sektor swasta, pegawai negeri sipil (PNS),dan anggota TNI/Polri. Sedangkan penyelenggaraan jaminan sosial di ASEAN cukup beragam, ada yang berbasis program (Singapura, Malaisia, Thailand), dan ada pula yang berbasis kepesertaan (Filipina).
Proteksi sosial di Indonesia telah diadakan oleh Pemerintah sejak tahun 1960 sekalipun baru berlaku untuk PNS dan TNI-Polri. Kemudian Pemerintah memberlakukan UU No. 6 Tahun 1974 tentang Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen (BKSP) untuk melindungi orang-orang jompo dan anak anak terlantar sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 34 UUD 1945. Setanjutnya UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek mulai operasi sejak 1 Juni 1993 yang diwajibkan bagi setiap perusahaan yang memperkerjakan paling sedikit 10 orang dan atau dapat memberikan upah paling sedikit Rp. 1 juta / bulan. Problem-problem dalam penyelenggaraan sistem proteksi sosial adalah rendahnya tingkat kepatuhan perusahaan, rendahnya upah tenaga kerja dan lemahnya penindakan hukum yang akhirnya berdampak bagi kepesertaan Jamsostek.
Karena itu UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mulai diperundangkan pada tanggal 18 Oktober 2004 dan akan operasional pada tanggal 18 Oktober 2009 Tujuan UU SJSN ini adalah tindak lanjut untuk perluasan kepesertaan proteksi sosial bagi seluruh warga negara sebagaimana diamanatkan daiam Pasal 28-H ayat (3) dan Pasal 34 UUD 1945. UU SJSN ini merupakan bagian reformasi dari UU sistern proteksi sosiai yang ada untuk tujuan kordinasi/harmonisasi antar sektor sektor ekonomi dan instansi instansi yang memiliki kepentingan dalam penyelenggaraan proteksi sosial. Total implementasi SJSN akan dilakukan secara bertahap untuk 20-30 tahun ke depan karena ancaman yang dihadapi sekarang hingga 10 tahun ke depan masih terjadi pada PHK masal, masyarakat kurang beruntung, penduduk rentan miskin dan terbatasnya lapangan pekerjaan.
Kesejahteraan Sosial adalah untuk memberikan masukan bagi Indonesia tentang bagaimana membangun sistem proteksi sosial sebagai tiang utama kesejahteraan social dengan mengacu pada konsep jaminan sosial yang baku. Adapun rnetode yang digunakan dalam kajian ini adalah melakukan eksplorasi terhadap temuan temuan sebelumnya dan temuan terkini mengenai sistem, prinsip, fungsi, manfaat dan tata kelola penyelenggaraan proteksi sosial yang baik. Akhirnya dapat dikemukakan sementara, bawha tata-kelola penyelenggaraan sistem proteksi sosial yang baik antara lain adalah bahwa (a) penyelenggaraan sistem proteksi sosial seharusnya tidak bersifat eksklusif; (b) ciptakan lapangan pekerjaan yang sebesar besarnya agar rnasyarakat memiliki penghasilan cukup; (c) berilah kewenangan penindakan hukum bagi badan penyelenggaran; (d) lakukan program pemberdayaan agar masyarakat bisa berusaha mandiri dan (e) berilah kemudahan dalam investasi langsung karena investasi selama ini hanya dipusatkan pada pasar uang-modal.


BAB III
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
(JAMSOSTEK)


A. Profil Jamsostek
Jamsostek merupakan suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
Jamsostek dimaksudkan untuk menumbuhkan kemandirian dan menjaga harkat dan martabat serta harga diri tenaga kerja dalam menghadapi risiko sosial ekonomi. Sedangkan tujuan jamsostek adalah mengurangi ketidakpastian masa depan tenaga kerja yang akan menunjukan ketenangan sehingga dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Dasar hukum jamsostek adalah :
1. UU No.3 tahun 1992 tentang Jamsostek.
2. PP No. 14 tahun 1993 tentang Penyelengaraan Jamsostek.
3. Keppres No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja.
4. Permenaker No. 5/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaraan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan.
Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) sebagaimana didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, pada prinsispnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja (yang mempunyai hubungan kerja) beserta keluarganya. Skema Jamsostek meliputi program-program yang terkait dengan resiko, seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan, dan jaminan hari tua.
Jamsostek mempunyai visi “Menjadi lembaga penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang terpercaya dengan mengutamakan pelayanan prima dan manfaat optimal bagi seluruh peserta”. Adapun misinya adalah :
1. Meningkatkan dan mengembangkan Mutu Pelayanan dan Manfaat kepada peserta berdasarkan Prinsip Profesionalisme.
2. Meningkatkan jumlah kepesertaan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
3. Meningkatan Budaya Kerja melalui kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan penerapan Good Corporate Governance (GCG).
4. Mengelola dana peserta secara optimal dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian (prudent).
5. Meningkatkan Corporate Values dan Corporate Images
Filosofi Jamsostek :
a. Jamsostek dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi resiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang lain dalam membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan dihari tua maupun keluarganya bila meninggal dunia. Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan dari belas kasihan orang lain.
b. Agar pembiayaan dan manfaatnya optimal, pelaksanaan program Jamsostek dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit dan yang berpenghasilan tinggi membantu yang berpenghasilan rendah.
Dengan motto “Pelindung Pekerja, Mitra Pengusaha”.
Kantor Pusat Jamsostek beralamat di Jl. Jend. Gatot Subroto No. 79 Jakarta Selatan 12930 Tlp. (021) 5207797 (Hunting 20 Lines) Fax. (021) 5202310. Untuk Kantor Wilayah IV Jawa Barat beralamat di Jl. P. Hasan Mustofa No. 39 Bandung 40124 Tlp. (022) 7200610, 7102732 Fax. (022) 7200609. Sedangkan untuk Kantor III Cabang Tasikmalaya beralamat di Jl. R.E. Martadinata No. 260 Tasikmalaya Tel. (0265) 327987, 327811 Fax. (0265) 331346.

B. Sejarah Jamsostek
Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang, dimulai dari UU No. 33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No. 15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja, secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.
Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.
Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995 ditetapkannya PT. Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat resiko sosial.
Selanjutnya pada akhir tahun 2004,Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada pasal 34 ayat 2, dimana Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan Amandemen tersebut, yang kini berbunyi : "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatan motivasi maupun produktivitas kerja.
Kiprah Perseroan yang mengedepankan kepentingan dan hak normative Tenaga Kerja di Indonesia terus berlanjut. Sampai saat ini, PT Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan 6 program bagi pekerja di sektor formal, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya, Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP), dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Untuk pekerja di sektor informal, Jamsostek mempunyai program Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK-LHK).
Dengan penyelenggaraan yang makin maju, program Jamsostek tidak hanya bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha tetapi juga berperan aktif dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan perkembangan masa depan bangsa.

C. Struktur Organisasi Jamsostek
Struktur Organisasi PT. Jamsostek (Persero) sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Direksi Nomor: KEP/190/082007 bulan Agustus 2007 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja PT. Jamsostek (Persero), adalah sebagai berikut:




D. Program Jamsostek
Pada dasarnya program Jamsostek merupakan sistem asuransi sosial, karena penyelenggaraan didasarkan pada sistem pendanaan penuh (fully funded system), yang dalam hal ini menjadi beban pemberi kerja dan pekerja. Sistem tersebut secara teori merupakan mekanisme asuransi. Penyelengaraan sistem asuransi sosial biasanya didasarkan pada fully funded system, tetapi bukan harga mati. Dalam hal ini pemerintah tetap diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelengaraan sistem asuransi sosial, atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi badan penyelengara apabila mengalami defisit. Di sisi lain, apabila penyelenggara Jamsostek memperoleh keuntungan, maka pemerintah akan memperoleh deviden dan pajak badan karena bentuk badan hukum adalah BUMN Persero.
Jenis – jenis (ruang lingkup) program jamsostek terdiri dari :
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan pengantian biaya perawatan dan upah, santunan cacad dan santunan kematian akibat kecelakaan dan sakit akibat kerja.
2. Jaminan Hari Tua (JHT) berupa tabungan selama masa kerja yang dibayarkan kembali pada umur 55 tahun atau sebelum itu jika mengalami cacad tetap total atau meninggal dunia
3. Jamina Kematian (JKM) memberikan pembayaran tunai kepada ahli waris dari tenaga kerja yang meninggal dunia sebelum umur 55 tahun.
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) memberikan pelayanan media berupa rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, penunjang diagnostik, pelayanan khusus dan gawat darurat bagi tenaga kerja dan keluarganya yang menderita sakit.
5. Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta atau lebih dikenal sebagai DPKP merupakan dana yang dihimpun dan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan peserta program Jamsostek yang diambil dari sebagian dana hasil keuntungan PT. Jamsostek (Persero).
6. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang lebih dikenal sebagai PKBL merupakan kerjasama antara BUMN dengan Usaha Kecil yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN, sesuai dengan Keputusan Menteri BUMN No.Kep-236/MBU/2003.
7. Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK-LHK) memberikan perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja pada saat tenaga kerja tersebut kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai akibat terjadinya risiko-risiko antara lain kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Memperluas cakupan kepesertaan program jaminan sosial tenaga kerja.
Cakupan jaminan kecelakaan kerja (JKK) meliputi: biaya pengangkutan, biaya pemeriksaan, pengobatan, perawatan, biaya rehabilitasi, serta santunan uang bagi pekerja yang tidak mampu berkerja, dan cacat. Apabila pekerja meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, mereka atau keluarganya berhak atas jaminan kematian (JK) berupa biaya pemakaman dan santunan berupa uang. Apabila pekerja telah mencapai usia 55 tahun atau mengalami cacat total/seumur hidup, mereka berhak untuk memperolah jaminan hari tua (JHT) yang dibayar sekaligus atau secara berkala. Sedangkan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) bagi tenaga kerja termasuk keluarganya, meliputi: biaya rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, diagnostik, serta pelayanan gawat darurat.

1. Program Jaminan Kecelakaan Kerja
a. Pengertian
Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan resiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya resiko - resiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% s/d 1,74% sesuai kelompok jenis usaha.



b. Manfaat
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran.
1. Biaya Transport (Maksimum)
 Darat Rp 400.000,-
 Laut Rp 750.000,-
 Udara Rp 1.500.000,-
2. Sementara tidak mampu bekerja
 4 bulan pertama 100 upah
 4 bulan kedua 75 % upah
 Selanjutnya 50 % upah
3. Biaya Pengobatan/Perawatan
 Rp 12.000.000,(maksimum) *
4. Santunan Cacat
 Sebagian-tetap % tabel x 80 bulan upah
 Total-tetap
- Sekaligus 70 % x 80 bulan upah
- Berkala (2 tahun) Rp. 200.000,- per bulan *
 Kurang fungsi % kurang fungsi x % tabel x 80 bulan upah.
5. Santunan Kematian
 Sekaligus 60 % x 80 bulan upah
 Berkala (2 tahun) Rp. 200.000,- per bulan *
 Biaya pemakaman Rp 2.000.000,- *
6. Biaya Rehabilitasi : Patokan harga RS DR. Suharso, Surakarta ,ditambah 40 %
 Prothese anggota badan
 Alat bantu (kursi roda)
7. Penyakit akibat kerja, Tiga puluh satu jenis penyakit selama hubungan kerja dan 3 tahun setelah putus hubungan kerja.
c. Iuran
Sesuai dengan PP Nomor 76 tahun 2007
 Kelompok I : 0.24 % dari upah sebulan;
 Kelompok II : 0.54 % dari upah sebulan;
 Kelompok III : 0.89 % dari upah sebulan;
 Kelompok IV : 1.27 % dari upah sebulan;
 Kelompok V : 1.74 % dari upah sebulan;
d. Tata Cara Pengajuan Jaminan
1. Apabila terjadi kecelakaan kerja pengusaha wajib mengisi form jamsostek 3 (laporan kecelakaan tahap I) dan mengirimkan kepada PT. Jamsostek (persero) tidak lebih dari 2x24 Jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan.
2. Setelah tenaga kerja dinyatakan sembuh / meninggal dunia oleh dokter yang merawat, pengusaha wajib mengisi form 3a (laporan kecelakaan tahap II) dan dikirim kepada PT. Jamsostek (persero) tidak lebih dari 2X 24 jam sejak tenaga kerja dinyatakan sembuh/meninggal. Selanjutnya PT. Jamsostek (persero) akan menghitung dan membayar santunan dan ganti rugi kecelakaan kerja yang menjadi hak tenaga kerja/ahliwaris.

3. Form Jamsostek 3a berfungsi sebagai pengajuan permintaan pembayaran jaminan disertai bukti-bukti:
a. Fotokopi kartu peserta (KPJ).
b. Surat keterangan dokter yang merawat dalam bentuk form Jamsostek 3b atau 3c.
c. Kwitansi biaya pengobatan dan perawatan serta kwitansi pengangkutan.

2. Program Jaminan Hari Tua
a. Definisi Program JHT.
Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.
Iuran Program Jaminan Hari Tua:
 Ditanggung Perusahaan = 3,7%
 Ditanggung Tenaga Kerja = 2 %
b. Manfaat Program JHT
Kemanfaatan Jaminan Hari Tua adalah sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya.
Jaminan Hari Tua akan dikembalikan/ dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja:
 Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap
 Mengalami PHK setelah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5 tahun dengan masa tunggu 6 bulan
 Pergi keluar negeri tidak kembali lagi, atau menjadi PNS/ABRI.
c. Tata Cara Pengajuan Jaminan
1. Setiap permintaan JHT, tenaga kerja harus mengisi dan menyampaikan formulir 5 Jamsostek kepada kantor Jamsostek setempat dengan melampirkan :
a. Kartu peserta Jamsostek (KPJ) asli.
b. Kartu Identitas diri KTP/SIM (fotokopi).
c. Surat keterangan pemberhentian bekerja dari perusahaan atau Penetapan Pengadilan Hubungan Industrial.
d. Surat pernyataan belum bekerja di atas materai secukupnya.
2. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang mengalami cacat total dilampiri dengan Surat Keterangan Dokter
3. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang meninggalkan wilayah Republik Indonesia dilampiri dengan:
a. Pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia
b. Photocopy Paspor
c. Photocopy VISA
4. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang meninggal dunia sebelum usia 55 thn dilampiri:
a. Surat keterangan kematian dari Rumah Sakit/Kepolisian/Kelurahan
b. Photocopy Kartu keluarga
5. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang berhenti bekerja dari perusahaan sebelum usia 55 thn telah memenuhi masa kepesertaan 5 tahun telah melewati masa tunggu 6 (enam) bulan terhitung sejak tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja, dilampiri dengan:
a. Photocopy surat keterangan berhenti bekerja dari perusahaan
b. Surat pernyataan belum bekerja lagi
c. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang menjadi Pegawai Negeri Sipil/ ABRI.
Selambat-lambatnya 30 hari setelah pengajuan tersebut PT Jamsostek (persero) melakukan pembayaran JHT.

3. Program Jaminan Kematian
a. Definisi Program Jaminan Kematian
Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris tenaga kerja yang menjadi peserta Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematian sebesar 0,3 % dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp 12 Juta terdiri dari Rp 10 juta santunan kematian dan Rp 2 juta biaya pemakaman dan santunan berkala.
b. Manfaat Program Kematian
Program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti
 Santunan Kematian Rp 10.000.000,-
 Biaya Pemakaman Rp 2.000.000,-
 Santunan Berkala sebesar Rp. 200.000,- / bulan (selama 24 bulan)
c. Tata Cara Pengajuan Jaminan Kematian
Pengusaha/Keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia mengisi dan mengirim form 4 kepada PT. Jamsostek (Persero) disertai bukti-bukti :
 Kartu peserta Jamsostek(KPJ) Asli tenaga Kerja yang Bersangkutan.
 Surat keterangan kematian dari Rumah sakit/Kepolisian/Kelurahan
 Salinan/Copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga Tenaga Kerja bersangkutan yang masih berlaku.
 Identitas ahli waris (photo copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga).
 Surat Keterangan Ahli Waris dari Lurah/Kepala Desa setempat.
 Surat Kuasa bermeterai dan copy KTP yang diberi kuasa (apabila pengambilan JKM ini dikuasakan)
PT. Jamsostek (Persero) akan membayar jaminan kepada yang berhak.

4. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
a. Definisi Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. JPK adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan pengetahuan, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program JPK akan diberikan KPK ( Kartu Pemeliharaan Kesehatan ) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
b. Manfaat Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Manfaat JPK bagi perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat, dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif.
Jenis pelayanan kesehatan yang dapat diperoleh melalui program JPK:
1. Pelayanan dari dokter umum dan dokter gigi.
Dokter umum dan dokter gigi bisa anda pilih sendiri sesuai dengan fasilitas yang ditunjuk sebagai dokter keluarga.
2. Obat-obatan dan penunjang Diagnostik.
Obat-obatan diberikan sesuai kebutuhan medis, dengan standar obat JPK JAMSOSTEK dan penunjang diagnostik sesuai ketentuan.
3. Pelayanan Kesejahteraan ibu dan anak.
Berupa pelayanan imunisasi dasar (BCG, DPT, Polio), pelayanan KB (IUD,vasektomi, tubektomi, suntik.)
4. Pelayanan Dokter Spesialis.
Untuk ke Dokter Spesialis, anda harus membawa surat rujukan dari dokter PPK tingkat I yang ditunjuk.
5. Rawat Inap.
Bila diperlukan rawat inap, JPK menyediakan fasilitas rumah sakit yang telah ditunjuk. Dilayani pada kelas II RS Pemerintah atau kelas III RS Swasta. Rawat Inap diberikan selama 60 hari dalam satu tahun, termasuk 20 hari pelayanan pada ICU/ICCU.
6. Pelayanan Persalinan.
Berlaku untuk pelayanan persalinan pertama sampai persalinan ketiga saja, bagi tenaga kerja berkeluarga, JPK memberikan bantuan biaya persalinan sebesar maksimum Rp.400.000,00 per anak.
7. Pelayanan Gawat Darurat
Untuk mendapatkan pelayanan ini melalui fasilitas yang ditunjuk JPK JAMSOSTEK langsung, tanpa surat rujukan.
Pelayanan Khusus hanya diberikan kepada Tenaga Kerja dan diperoleh melalui rujukan Penggantian Kacamata.
1. Untuk mendapat penggantian kacamata (kaca dan bingkai) maksimal sebesar Rp. 150.000,00.
2. Penggantian Gigi Palsu.
Untuk mendapat penggantian gigi palsu (yang bisa dipasang/dilepas) dengan bahan acrylic, maksimum sebesar Rp. 250.000,00.
3. Penggunaan Mata Palsu dan Alat Bantu Dengar.
Untuk penggunaan mata palsu dan alat bantu dengar, masing-masing memperoleh penggantian maksimum sebesar Rp. 300.000,00.
4. Penggunaan Alat Bantu Tangan & Kaki.
Untuk penggunaan alat bantu tangan memperoleh penggantian maksimum sebesar Rp. 350.000,00 dan penggunaan alat bantu kaki memperoleh penggantian maksimum sebesar Rp. 500.000,00.
c. Iuran
Iuran JPK dibayar oleh perusahaan dengan perhitungan sebagai berikut:
 3% dari upah tenaga kerja (maks Rp 1 juta ) untuk tenaga kerja lajang.
 6% dari upah tenaga kerja (maks Rp 1 juta ) untuk tenaga kerja berkeluarga.
d. Hal-hal yang perlu menjadi perhatian.
Selisih biaya sebagai akibat dari penggunaan hak pelayanan di luar standar JPK JAMSOSTEK, dibayar sendiri oleh peserta. Penyakit yang tidak ditanggung dalam pelayanan kesehatan JPK Paket Dasar antara lain:
1. Penyakit AIDS
2. Penyakit kelamin
3. Penyakit kanker
4. Cuci darah (haemodialisa)
5. Akibat alkohol/narkotika
6. Pemeriksaan super spesialistik
7. Kelainan Genetik
e. Prosedur Pelayanan Kesehataan Bagi Peserta JPK Dasar
1. Hak-hak Peserta
 Tenaga kerja beserta keluarga ( suami/istri & max 3 anak) berhak mendapatkan pelayanan kesehatan Tingakt I s/d Lanjutan serta Pelayanan Khusus ( hanya diberikan kepada Tenaga Kerja).
 Memilih fasilitas kesehatan diutamakan sesuai dengan tempat tinggal (domisili).
 Dalam keadaan Emergensi (darurat), peserta dapat langsung meminta pertolongan pada PPK (Pelaksana Pelayanan Kesehatan) yang ditunjuk ataupun tidak.
2. Kewajiban Peserta
 Memiliki KK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan.
 Apabila KPK belum selesai diterbitkan dapat mempergunakan formulir Daftar Sususnan Keluarga (Form 1b warna hijau) sebagai bukti KPK sementara.
 Mengikuti prosedur pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan.
 Melaporkan kepada PT Jamsostek (Persero) apabila KPK hilang untuk mendapatkan penggantian kartu yang baru.
f. Pelayanan Kesehatan Tingkat 1
Cakupan Pelayanan :
 Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter umum
 Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter gigi
 Tindakan medis (pembersihan luka, jahit, odontektomi, alveolektomi)
 Pemberian obat-obatan/resep obat sesuai dnegan standar obat JPK (DOEN, generik)
 Pelayanan KB (IUB, Kondom, Pil dan suntik)
 Pelayanan KIA termasuk pemeriksaan ibu hamil, pemeriksaan bayi, anak balita dan pemberian immunisasi dasar (BCG, DPT, Campak dan polio)
Pelaksana : Puskesmas, Klinik dan dokter swasta yang ditunjuk (dokter keluarga)
Prosedur Pelayan :
 Peserta yang datang berobat harus membawa KPK dan mendaftarkan diri dengan memperlihatkan KPK.
 Peserta akan mendapatkan pelayanan dan akan diberikan resep obat yang dapat diambil di ruang obat pada PPK tersebut.
 Atas indikasi medis, peserta dapat dirujuk ke dokter spesialis atau Rumah Sakit yang ditunjuk dengan emmakai Surat Rujukan.
Surat Rujukan terdiri dari 4 rangkap :
 Lembar 1 : dokter spesialis
 Lembar 2 : untuk pengambilan obat
 Lembar 3 : arsip peserta
 Lembar 4 : arsip PPK pengirim

5. Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP)
Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta atau lebih dikenal sebagai DPKP merupakan dana yang dihimpun dan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan peserta program Jamsostek yang diambil dari sebagian dana hasil keuntungan PT. Jamsostek (Persero). Pelaksanaan program DPKP ini berlandaskan pada Surat Menteri Keuangan No. S-521/MK.01/2000, tanggal 27 Oktober 2000 tentang Pedoman Umum Dana Peningkatan Kesejahteraan Pekerja (DPKP).
Program-program DPKP yang sudah dilaksanakan terdiri dari dua jenis yaitu :
1. DPKP Bergulir (Dikembalikan)
a. Investasi Jangka Panjang, seperti :
 Pembangunan Rumah Susun Sewa
 Pembangunan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
b. Pinjaman dana mencakup :
 Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP)
 Pinjaman Koperasi Karyawan/Pekerja
2. DPKP Tidak Bergulir (Hibah)
a. Bidang Kesehatan, antara lain :
 Bantuan untuk renovasi RS/Poliklinik
 Bantuan mobil Ambulance kepada RS/Poliklinik
 Bantuan Peralatan Medis kepada RS/Poliklinik
 Pelayanan Kesehatan secara cuma-Cuma
b. Bidang Pendidikan, seperti :
 Bea Siswa
 Pelatihan Tenaga Kerja
 Bantuan untuk Balai Latihan Kerja
c. Bantuan Keuangan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

6. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
Program Kemitraan adalah salah satu program dari Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang lebih dikenal sebagai PKBL. Program kemitraan ini merupakan kerjasama antara BUMN dengan Usaha Kecil yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN, sesuai dengan Keputusan Menteri BUMN No.Kep-236/MBU/2003. Kelompok Usaha Kecil ini dapat berbadan hukum seperti PT, Koperasi, CV, Fa atau tidak berbadan hukum atau Perorangan.

Adapan Jenis Program Kemitraan ini antara lain :
1. Pinjaman Biasa, yaitu pinjaman yang diberikan kepada Usaha Kecil atas dasar untuk penambahan modal kerja dan bukan atas dasar pesanan dari Rekanan Usaha Kecil.
2. Pinjaman Khusus, yaitu pinjaman yang diberikan kepada Usaha Kecil atas dasar pesanan dari Rekanan Usaha Kecil.
Persyaratan Usaha Kecil adalah :
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)
3. Milik Warga Negara Indonesia;
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;
5. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi
6. Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun serta mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan.

7. Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja
a. Pengertian TK LHK
Tenaga Kerja yang melakukan pekerjaan di Luar Hubungan Kerja (LHK) adalah orang yang berusaha sendiri yang pada umumnya bekerja pada usaha-usaha ekonomi informal.

b. Tujuan Program TK LHK
1. Memberikan perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja pada saat tenaga kerja tersebut kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai akibat terjadinya risiko-risiko antara lain kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
2. Memperluas cakupan kepesertaan program jaminan sosial tenaga kerja.
c. Program TK LHK & Manfaat (sesuai PP 14/1993):
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), terdiri dari biaya pengakutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja, biaya perawatan medis, biaya rehabilitasi, penggantian upah Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB), santunan cacat tetap sebagian, santunan cacat total tetap, santunan kematian (sesuai label), biaya pemakaman, santunan berkala bagi yang meninggal dunia dan cacat total tetap.
2. Jaminan Kematian (JK), terdiri dari biaya pemakaman dan santunan berkala.
3. Jaminan Hari Tua (JHT), terdiri dari keseluruhan iuran yang telah disetor, beserta hasil pengembangannya.
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), terdiri dari rawat jalan tingkat pertama meliputi: pemeriksaan dan pengobatan dokter umum dan dokter gigi, pemeriksaan diberikan tindakan medis sederhana; rawat inap; pertolongan persalinan; penunjang diagnostic berupa pemeriksaan laboratorium, radiologi, EEG dsb; pelayanan khusus berupa penggantian biaya prothese, orthose dan kacamata; pelayanan gawat darurat.
d. Kepesertaan
 Sukarela
 Usia maksimal 55 tahun
 Dapat mengikuti program Jamsostek secara bertahap dengan memilih program sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan peserta
 Dapat mendaftar sendiri langsung ke PT Jamsostek (Persero) atau manedaftar melalui wadah/kelompok yang telah melakukan Ikatan Kerjasama (IKS) dengan PT Jamsostek (Persero)
e. Iuran
Iuran TK LHK ditetapkan berdasarkan nilai nominal tertentu berdasarkan upah sekurang kurangnya setara dengan Upah Minimum Provinsi/ Kabupaten/ Kota. Besaran Iuran :
No Program Persentase
1. Jaminan Kecelakaan Kerja 1%
2. Jaminan Hari Tua 2% (Minimal)
3. Jaminan Kematian 0.3%
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan 6% (Keluarga)
3% (Lajang)
Ket: Iuran ditanggung sepenuhnya oleh peserta
f. Cara Pembayaran
 Setiap bulan atau setiap tiga bulan dibayar di depan
 Dibayarkan langsung oleh peserta sendiri atau melalui Penanggung Jawab Wadan/ Kelompok secara lunas
 Pembayaran iuran melalui Wadah/ Kelompok dibayarkan pada tanggal 10 bulan berjalan disetorkan ke Wadah/ Kelompok dan tanggal 13 bulan berjalan, Wadah/ Kelompok setor ke PT Jamsostek (Pesero)
 Pembayaran iuran secara langsung oleh Peserta baik secara bulanan maupun secara tiga \ bulanan dan disetor paling lambat tanggal 15 bulan berjalan.
 Dalam hal peserta menunggak iuran, masih diberikan grace periode selama 1 (satu) bulan untuk mendapatkan hak jaminan program yang diikuti
 Peserta yang telah kehilangan hak jaminan dapat memperoleh haknya kembali jika peserta kembali membayr iuran termasuk satu bulan iuran yang tertunggak dalam masa grace periode.

E. Analisis Komparatif
1. Target Kepesertaan Program Jamsostek dan Hambatannya
Data dari Depnaker RI tercatat sekitar 30 juta tenaga kerja tersebar di 149.130 perusahaan yang ada di Indonesia. Dari jumlah itu ternyata hingga Desember 1994 baru sekitar 65.451 perusahaan dengan jumlah pekerja sebanyak 9.427.761 orang (perbandingan antara peserta ,jamsostek dengan jumlah tenaga kerja = 9 : 30).
Pada Pelita VI PT. JAMSOSTEK mulai berdiri tahun 1977 (sudah berjalan 18 tahun). Besarnya iuran yang telah dikumpulkan PT. JAMSOSTEK pada tahun 1995 tercatat jumlahnya Rp. 755 milyar. Pada Pelita VI diperkirakan bahwa pertumbuhan jumlah tenaga kerja mencapai sekitar 12 juta orang. Dengan kata lain setiap tahun bertambah 2.5 juta tenaga kerja. Kalau pertambahan jumlah peserta program jamsostek di bawah angka pertumbuhan tenaga kerja maka PT. JAMSOSTEK akan mengalami kemunduran, tidak mampu menyeimbangkan jumlah peserta dengan jumlah pertumbuhan tenaga kerja. Untuk itu pihak PT. JAMSOSTEK pada awal Pelita VI menargetkan kepesertaan tenaga kerja rata-rata 25% (2 juta orang setahun), sehingga diharapkan akhir Pelita VI terdapat 20 juta tenaga kerja yang ikut dalam program jamsostek. Pemenuhan target yang di tetapkan tersebut di atas bukan hal yang mudah dan tentunya akan mengalami hambatan-hambatan yang lebih kompleks lagi dalam pelaksanaannya. Beberapa hambatan dalam menjaring kepesertaan program jamsostek yang dihadapi saat ini, antara lain:

1. Kurangnya kesadaran dan tanggung jawab pihak pengusaha/kontraktor/pemborong untuk mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jamsostek.
2. Masih banyak tenaga kerja yang belum mengetahui bahwa program jamsostek merupakan haknya untuk mendapatkan perlindungan. Hal ini disebabkan rendahnya tingkat pengetahuan mereka dan sekitar 78% tenaga kerja di Indonesia masih berpendidikan rendah (SLTP dan SD).
3. Kepesertaan program , jamsostek selama ini ada 3 macam yang dikenal dengan istilah Peserta Daftar Sebagian (PDS), yaitu :
a. hanya sebagian tenaga kerja diikut sertakan.
b. tidak semua dari program jamsostek diikut sertakan.
c. kepesertaan yang tidak membayar penuh iuran (iuran tidak dibayar berdasarkan upah yang diterima sebulan melainkan berdasarkan upah pokok saja).
4. Beratnya beban yang ditanggung pengusaha untuk membayar iuran JKK, JHT JKM dan JPK yang besarnya masing - masing sekitar 0.24 - 1.74%, 3.70%, 0.30% dan 3-6% dari upah sebulan, sehingga secara langsung menambah biaya produksi (varible cost). Tidak mengherankan pada bulan Juli 1994 tercatat 20.326 perusahaan yang menunggak dengan total iuran yang belum dibayar sebesar Rp. 73 milyar.
5. Kesulitan keuangan (financial) perusahaan akibat pemenuhan kebijakan pemerintah yaitu adanya kenaikan Upah Minimum Reginal (UMR) tenaga kerja terhitung mulai 1 April, 1995 dan di tambah lagi adanya kenaikan UMR sekitar 10.63 persen mulai 1 April 1996.
6. Meningkatnya ,jumlah perusahaan asuransi swasta yang menawarkan berbagai macam perlindungan yang sasarannya pada seluruh lapisan masyarakat, apalagi dalam era globalisasi sekarang ini sudah ada perusahaan asuransi swasta asing yang mengembangkan bisnisnya di Indonesia.
Keluhan manajemen PT Jamsostek akan sulitnya menghimpun peserta aktif bukanlah hal yang baru. Kenyataan itu merupakan muara dari hilangnya kepercayaan masyarakat (baca: tenaga kerja) terhadap kinerja dan pelayanan dari BUMN asuransi tersebut. Meskipun Undang-Undang No 3 Tahun 1992 mewajibkan perusahaan, yang memiliki karyawan minimal 10 orang atau membayar upah sebesar Rp1 juta per bulan wajib mendaftarkan karyawannya menjadi peserta Jamsostek, angka kepesertaaan tidak juga membaik. Dari total 22 juta peserta, sekitar 15 juta tenaga kerja tergolong peserta tidak aktif.
Entah benar atau tidak, manajemen Jamsostek hingga kini masih sering direcoki banyak partai politik besar. Seiring banyaknya dana yang dikelola, posisi Direktur Utama Jamsostek seperti kursi panas yang terus diperebutkan. Arah kebijakan perkembangan perseroan pun tak luput dari campur tangan birokrat di pemerintahan. Hal itu membuat eksekusi beberapa program terobosan sering terlambat, atau bahkan tidak dilakukan.
Satu hal yang paling penting, pengelolaan dana milik tenaga kerja di Jamsostek juga sering tidak transparan. Kabarnya, alokasi dana di deposito bank dilakukan tidak atas pertimbangan bisnis melainkan permintaan lembaga atau orang tertentu. Hal itulah yang membuat tenaga kerja apatis dan engga menjadi peserta Jamsostek. Memang tak mudah membangun kepercayaan. Sekali dikhianati, sulit sekali untuk percaya. Untuk itulah perlu transformasi besar-besaran dan menyeluruh di tubuh Jamsostek.

2. Tindakan Tegas Terhadap Pelanggar Program Jamsostek
Sudah saatnya pemerintah tidak lagi bersikap toleransi terhadap pelaksanaan UU No.3 tahun 1992. Ini berkaitan dengan tekad pemerintah meningkatkan perlindungan hukum dan kesejahteraan pekerja. Sikap tegas perlu diambil mengingat masih banyaknya perusahaan yang belum ikut serta dalam program jamsostek dan bukan hanya dilihat dari macam kepesertaannya. Jadi pelaksanaan UU tersebut harus secara utuh.
Ketentuan dalam UU No.3 tahun 1992 dan PP No. 14 tahun 1993 serta peraturan pelaksananya merupakan landasan hukum bagi perlindundan pekerja di bidang jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan pelayanan kesehatan pekerja dan keluarganya dalam satu paket. Pelanggar terhadap ketentuan ini diancam sanksi hukum berupa denda sebesar Rp50 juta atau 6 bulan kurungan.
Penegakan peraturan dan perundang-undangan (law enforcement) merupakan jalan terakhir terhadap pelanggar program jamsostek dan ini pekerjaan yang tidak ringan mengingat jumlah pegawai pengawas Depnaker yang tersedia saat ini terbatas hanya 1.194 orang, kemudian kemungkinan terjadinya "main mata" (kolusi) antara oknum pengawas dengan pengusaha dan adanya perusahaan yang dibacking (dilindungi) oleh pejabat sehingga kebal hukum. Walaupun demikian hingga 31 Maret 1995 sebanyak 30.963 perusahaan telah diperiksa, 119 diantaranya sudah masuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP), sedangkan yang sudah dijatuhi hukuman oleh pengadilan sebanyak 16 perusahaan.

3. Upaya Peningkatan Kepesertaan Program Jamsostek
Mengejar target kepesertaan program jamsostek ternyata tidak semudah yang diharapkan PT. JAMSOSTEK, meski secara normatif (UU No.3 tahun 1992) setiap pekerja dijamin haknya untuk mendapatkan jamsostek, kenyataannya baru sekitar 31% jumlah tenaga kerja yang tercatat sebagai peserta program jamsostek.
Untuk ini PT. JAMSOSTEK perlu kerja keras disamping membenahi diri dengan langkah-langkah yang di tempuh sebagai berikut:
1. Meningkatkan prasarana dan fasilitas pelayanan program jamsostek.
2. Meningkatkan kemampuan, keterampilan dan kinerja sumber daya manusia yang dimiliki.
3. Menyempurnakan mekanisme keikutsertaan program jamsostek.
4. Mampu menciptakan pasar (market created) program jamsostek, jadi tidak hanya sekedar menunggu iuran saja.
5. Pelayanan yang dilaksanakan bersifat costumer service oriented.
6. Perbaikan atas pelaksanaan program jamsostek dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan pembayaran santunan (klaim) tenaga kerja terutama kecelakaan kerja baru dibayarkan setelah selesai penyelidikan kejadian kecelakaan kerja dan ini membutuhkan waktu. Diharapkan dengan kecakapan petugas PT. JAMSOSTEK. maka pelayanan dapat diupayakan satu hari selesai (one day services). sehingga tidak ada lagi kesan dari peserta (pengusaha) bahwa prosedur pembayaran yang dilakukan PT. JAMSOSTEK cukup merepotkan sementara pembayaran iuran peserta tidak boleh terlambat
7. Peningkatan kerja sama dengan instansi terkait dalam penegakan (pemberdayaan) peraturan dan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Satu hal tidak kalah penting yang harus dilakukan oleh Jamsostek adalah penerapan konsep Jamsostek(Plus) atau One-stop service atau layanan satu atap yang mengintegrasikan semua pembiayaan atau asuransi sosial dan kesehatan yang ada di Indonesia sekaligus meluaskan ruang lingkup Jamsostek yang semula hanya berlaku di kalangan pekerja menjadi mengikat seluruh warga negara Indonesia dalam bentuk jaminan sosial negara yang komprehensif, patut menjadi terobosan yang berharga untuk dipertimbangkan para pengambil kebijakan di kalangan birokrat. Kendati, konsekuensinya harus mengeliminasi dan merevisi sistem pembiayaan atau asuransi sosial dan kesehatan yang ada seperti Askes, JPKM, Dana Sehat dan Kartu Sehat dengan ide baru Jamsostek(Plus) atau apa pun namanya nanti yang dikembangkan.
Model Social Assistance di Norwegia atau Social Security di Amerika Serikat yang bahkan hingga menyediakan tunjangan bagi penganggur, jompo dan pengungsi dan pendatang asing patut menjadi bahan pertimbangan. Kendati tampak utopis di tengah kesemrawutan kondisi sosial ekonomi bangsa saat ini karena berkonsekuensi merombak total sistem yang ada dan “tampaknya” berbiaya tinggi.
Dalam konteks tersebut, langkah yang dapat dilakukan adalah: (1)mengubah secara sistemik dan birokratoris maupun konstitusional untuk memadukan semua pembiayaan atau jaminan sosial kesehatan dalam satu atap, seperti dengan merevisi perundang-undangan yang ada, yakni UU Kesehatan No.23 Tahun 1992 (Februari) mengenai penyelenggaraan asuransi di bidang kesehatan, yang belum secara komprehensif merangkum definisi sehat paripurna dalam Konstitusi WHO seperti tersebut di atas dan membuat satu undang-undang mengenai layanan atau jaminan sosial yang mencakup sisi SDM dan kesehatan seperti Social Security Act di luar negeri, katakanlah untuk membentuk sebuah Jamsostek (Plus),(2) yang sekaligus dapat memberlakukan kewajiban masyarakat untuk bergabung dalam Jamsostek (plus) tersebut di mana pembayaran premi dikaitkan dengan sistem pajak nasional. Dalam hal ini, patut diadopsi wacana pemungutan zakat di Malaysia di mana sekian besar zakat nominal yang dibayarkan dikompensasikan pada pengurangan pajak yang dibayarkan sang wajib pajak.
Dalam konteks ini, salah satu pilihan yang ada antara lain, pengenaan pajak regresif (semakin besar pendapatan semakin besar persentase beban pajak) yang bervariasi bagi kalangan kaya di mana bagi yang telah memenuhi syarat minimal alokasi Jamsostek(plus) atau apa pun namanya kelak mendapatkan persentase beban pajak yang lebih kecil seiring semakin besarnya alokasi Jamsostek(plus) yang disisihkan. Di luar negeri, adanya komponen jaminan sosial (social security) memang berdampak pada besarnya pajak pendapatan yang harus dibayarkan dan ketatnya pengawasan terhadap wajib pajak namun terbayarkan dengan jaminan sosial yang merata dan tepat sasaran. Sehingga tidak menimbulkan kecurigaan mengenai bocornya dana pajak publik maupun mengesankan negara sekedar sebagai “instrumen pemungut pajak rakyat” tanpa mampu mengembalikannya secara sepadan dalam bentuk pelayanan publik maupun jaminan sosial yang memadai.
Langkah selanjutnya adalah merancang instrumen teknis jaminan sosial negara yang wajib dimiliki setiap warga negara. Seperti halnya KTP, setiap warga negara Indonesia wajib memiliki kartu jaminan sosial yang prosedurnya pengurusannya dapat dirancang seperti pengurusan KTP tanpa kecuali, tidak seperti keikutsertaan Jamsostek saat ini yang mempertimbangkan faktor besaran jumlah pekerja dalam sebuah perusahaan yang cenderung berdampak mendiskriminasikan karyawan-karyawan di perusahaan kecil atau yang tidak berbadan hukum. Dengan kewajiban memiliki polis Jamsostek(Plus) seperti wajibnya memiliki KTP, warga negara “dipaksa” untuk belajar mempersiapkan masa depan sekaligus memaksa negara lebih bertanggung jawab dalam menjamin hak-hak warga negara. Sehingga bila ada warga negara mengalami kecelakaan atau dalam kondisi tidak bekerja atau tidak mampu bekerja (lagi) dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan maupun mendapatkan tunjangan atau santunan sosial dalam waktu yang layak hingga mendapatkan pekerjaan kembali atau modal untuk berwirausaha untuk menjamin penghidupan mereka.
Inilah yang namanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam praktek (Sila kedua Pancasila) dan pelaksanaan amanat UUD 1945 pasal 34 yang menjanjikan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara yang menjadi hutang pemerintah Indonesia dari masa-masa.


BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggarannya menggunakan mekanisme asuransi sosial. Sebagai program publik, JAMSOSTEK memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang No. 3 tahun 1992, berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedang kewajibannya adalah membayar iuran. Program ini memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk menjaga harkat dan martabat manusia jika mengalami resiko-resiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja. Resiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program tersebut terbatas saat terjadi peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacad, hari tua dan meninggal dunia, yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja atau membutuhkan perawatan medis.
Program JAMSOSTEK kepesertaannya diatus secara wajib melalui Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, sedangkan pelaksanaannya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1993, Keputusan Presdien No. 22 tahun 1993 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.05/MEN/1993.
Jenis – jenis (ruang lingkup) program jamsostek terdiri dari :
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
2. Jaminan Hari Tua (JHT).
3. Jamina Kematian (JKM).
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
5. Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta atau lebih dikenal sebagai DPKP.
6. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang lebih dikenal sebagai PKBL.
7. Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK-LHK).
Banyak kendala yang dihadapi jamsostek dalam menjalankan program-program pemeliharaan kesejahteraan tenaga kerja antara lain kurang kesadaran dan tanggung jawab pihak pengusaha dalam mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program Jamsostek, kurang profesionalnya pengurus Jamsostek, dan masih banyak lagi kendala-kendala lainnya. Maka dari itu perlu adanya kerjasama semua pihak yang terkait untuk memperlancar pelaksanaan program-program Jamsostek.

B. Rekomendasi
Keberadaan PT. JAMSOSTEK patut untuk disambut dengan baik karena tujuannya untuk meringankan beban para pekerja dari bahaya risiko pekerjaan yang dihadapi terutama kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk kelangsungan operasionalnya PT. JAMSOSTEK tentunya tidak terlepas dalam hal mencari keuntungan dari usaha yang dijalankan disamping menghimpun dana (rising fund) dari para peserta program jamsostek untuk kepentingan pembiayaan pembayaran santunan (klaim) tenaga kerja. Diharapkan dalam menghimpun dana tersebut pihak PT. JAMSOSTEK tidak hanya berdiam diri saja, sebaiknya diupayakan bagaimana agar jumlah peserta program jamsostek meningkat dan kualitas pelayanannnya pun ditingkatkan pula.
Suatu hal yang tidak kalah penting bahwa jamsostek harus mampu menimbulkan etos kerja dan semangat kerja sebagai upaya untuk menimbulkan kondisi lingkungan kerja yang aman.



DAFTAR PUSTAKA


Manulang, S. (1990). Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.
Mulyana, Deden. ( __ ). Handout : Manajemen Resiko dan Asuransi. Tasikmalaya : FE Unsil
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jamsostek. Jakarta : PT.ASTEK.
Permenaker No. 5/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran iuran, Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jamsostek Depnaker RI. Jakarta : Depnaker
Purba, R. (1992). Memahami Asuransi Di Indonesia. Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Suriaatmadja, S. (1995). “Perkembangan PT. ASTEK dalam Jaminan Kesehatan”. Makalah Pada Kongres IAKMI VIII tanggal 8 -11 Oktober 1995. Yogyakarta.
Undang-Undang No. Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Jakarta: PT. ASTEK
___________. ( __ ). JAMSOSTEK [Online] Tersedia : http://www.jamsostek.com. [ 30 Oktober 2008 ].

Leave a Reply