0

syarat-syarat paritas internasional

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Salah satu hal yang menandai pergerakan meluasnya globalisasi adalah semakin bebasnya pasar dunia, hambatan perdagangan mulai berkurang dan semakin tidak berarti. Transaksi melewati batas negara merupakan hal yang relatif mudah dan bukan hal yang luar biasa. Sehingga volume perdagangan internasional pun semakin meningkat.
Seiring dengan meningkatnya perdagangan internasional, meningkat pula penggunaan valuta asing. Nilai tukar valuta asing selalu berubah-ubah. Banyak hal yang mempengaruhi perubahan tersebut, misalnya tingkat inflasi, tingkat pendapatan masyarakat, suku bunga, kontrol pemerintah atas perekonomian, termasuk harapan atau perkiraan masyarakat mengenai kondisi-kondisi perekonomian di masa yang akan dating juga turut mempengaruhi perubahan dalam nilai tukar mata uang (Madura, 1997:108-114).

Lebih jauh, adanya perbedaan daya beli mata uang suatu negara dengan negara lainnya akan memberikan kesempatan luas bagi pihak tertentu untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya, yang dikenal dengan istilah international arbitrage. Pada prinsipnya para international arbitrageurs berusaha “membeli komoditi dengan harga serendah mungkin untuk kemudian dijual dengan harga setinggi mungkin,” dengan demikian dapat dikatakan bahwa seorang arbitrageurs akan mengharapkan perbedaan nilai tukar antar mata uang tetap tinggi dan tidak stabil.
Akibat diatas mendorong adanya pemberlakuan hukum satu harga atau the law of one price dimana perdagangan barang dan jasa, termasuk komoditi lainnya antar Negara haruslah memiliki biaya transaksi yang sama nilainya di seluruh dunia. Oleh sebab itu, nilai tukar antara mata uang domestik dan komoditi domestik haruslah sama dengan nilai tukar antara mata uang domestik dengan komoditi luar negeri, dengan kata lain, satu unit mata uang dalam negeri seharusnya memiliki nilai daya beli yang sama di seluruh dunia (Salvatore, 1997:44).
Menurut pengamatan para ahli dan praktisi, kurs valas selalu mengikuti suatu pola empiric tertentu. Pola ini kemudian diformulasikan dalam hubungan ekonomi yang dikenal dengan nama international parity condition (syarat-syarat paritas internasional). Seberapa besar variabel-variabel fundamental ekonomi dalam mempengaruhi fluktuasi kurs valas akan dikaji dengan beberapa model kurs valas dengan pendekatan moneter yang telah dipakai oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan menggunakan teori-teori yang ada dalam international parity condition (syarat-syarat paritas internasional) (Kuncoro, 1996:179).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan syarat-syarat paritas internasional?
2. Teori-teori apa saja yang terdapat dalam syarat-syarat paritas intrnasional?
3. Bagaimana hubungan syarat-syarat paritas internasional dalam mempengaruhi kurs valas?
4. Bagaimana mekanisme syarat-syarat paritas internasional?

C. Tujuan Makalah
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan :
1. Pengertian syarat-syarat paritas internasional.
2. Teori-teori dalam syarat-syarat paritas internasional.
3. Mekanisme syarat-syarat paritas internasional.


D. Prosedur Makalah
Dalam memperoleh data yang diperlukan untuk penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode studi literature yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang akan dikaji.


BAB II
SYARAT-SYARAT PARITAS INTERNASIONAL


A. Pengertian
Nilai tukar mata uang suatu negara akan berbeda dengan nilai mata uang asing lainnya ini disebabkan oleh kondisi paritas (perbedaan daya beli) atau secara teori ekonomi, perubahan nilai tukar, tingkat harga dan tingkat suku bunga dikaitkan dengan situasi makro negara tersebut hal ini merupakan kondisi paritas internasional. Syarat-syarat paritas (parity condition) adalah kondisi-kondisi yang mempengaruhi harga mata uang negara-negara. International parity condition (syarat-syarat paritas internasional) merupakan suatu pola empirik yang mempengaruhi perubahan kurs valas suatu negara yang diformulasikan dalam hubungan ekonomi (Kuncoro, 179:1996).
Faktor-faktor umum bagi syarat-syarat paritas adalah penyesuaian atas berbagai macam “harga”, yaitu: suku bunga (harga dari mata uang domestik), kurs (harga valas) dan inflasi (indikator tingkat harga umum di suatu negara). Menurut teori moneter modern, inflasi merupakan akibat logis dari ekspansi jumlah uang beredar yang melebihi pertumbuhan output riil, yang pada akhirnya menurunkan daya beli uang (depresiasi mata uang domestik). Hubungan antara pertumbuhan jumlah uang beredar, inflasi, suku bunga dan kurs valas didasari anggapan bahwa uang adalah netral, artinya perubahan jumlah uang tidak mempunyai dampak terhadap variabel riil. Dengan demikian, walaupun perubahan jumlah uang yang beredear akan mempengaruhi harga dan kurs, namun perubahan tersebut tidak mempengaruhi tingkat pertukaran barang-barang domestik dengan luar negeri maupun tingkat pertukaran barang saat ini dengan masa mendatang (Kuncoro, 181:1996).

B. Prinsip-prinsip Syarat-syarat Paritas Internasional
Syarat-syarat paritas internasional dirangkum dalam beberapa prinsip, yaitu: (1) paritas daya beli (purcashing-power parity = PPP); (2) paritas suku bunga (interes rate parity = IRP); (3) hipotesis kurs forward yang tidak bias (unbiased forward rate hypothesis = UFR); (4) syarat paritas Fisher (Fisher parity condition = FE); (5) paritas Fisher internasional (international Fisher parity = IFE); (6) paritas suku bunga riil (real interest rate parity).

1. Paritas Daya Beli (Purcashing-Power Parity/PPP)
Teori paritas daya beli ini diperkenalkan oleh seorang ekonom Swedia, Gustav Cassel, pada tahun 1918. Teori paritas daya beli ini menghubungkan kurs valas dengan dengan harga-harga komoditi yang dinyatakan dalam uang lokal di pasar internasional. Hubungan antara kurs valas dan harga komoditi dalam doktrin paritas daya beli yaitu kurs valas akan cenderung menurun dengan proporsi yang sama dengan kenaikan harga (Kuncoro, 1996:181).
Pada dasarnya, teori paritas daya beli adalah sebuah cara untuk meramalkan kurs keseimbangan, jika suatu negara mengalami ketidakseimbangan neraca pembayaran. Kurs keseimbangan adalah kurs yang akan menyeimbangkan nilai impor dan ekspor suatu negara (Salvatore, 1997:43). Jadi jika nilai impor lebih besar daripada nilai ekspornya (defisit) maka mata uang negara tersebut akan mengalami depresiasi atau kursnya melemah.
Lebih lanjut, teori paritas daya beli mencoba untuk menjelaskan bahwa pergerakan kurs antara mata uang dua negara disebabkan oleh tingkat harga masing-masing negara. Dalam jangka panjang, tingkat harga domestik akan mempengaruhi pembentukan suatu kurs.
Teori paritas daya beli memprediksikan bahwa kenaikan tingkat harga domestik mencerminkan adanya penurunan daya beli mata uang domestik. Penurunan daya beli mata uang tersebut akan diikuti dengan depresiasi mata uangnya. Demikian pula sebaliknya, kenaikan daya beli mata uang domestik mencerminkan terjadinya apresiasi mata uang tersebut secara proporsional dalam pasar valuta asing.
Adanya depresiasi ataupun apresiasi mata uang yang proporsional ini menyebabkan terjadinya keseimbangan dalam perdagangan internasional. Jadi, suatu negara tidak akan mengalami kelebihan impor atau ekspor, dengan kata lain, nilai ekspor-impornya seimbang.
Teori paritas daya beli memiliki dua versi yaitu versi absolut dan versi relatif. Teori paritas daya beli absolut mengatakan bahwa kurs ekuilibrium sama dengan rasio tingkattingkat harga yang berlaku di kedua negara yang terkait. Sedangkan versi relatifnya menyatakan bahwa perubahan kurs dalam jangka waktu tertentu akan bersifat proporsional atau sebanding besarannya terhadap perubahan tingkat-tingkat harga yang berlaku di kedua negara selama periode yang sama. Jadi, paritas daya beli relative mengubah versi absolutnya, dari sebuah pernyataan mengenai tingkatan harga dan kurs menjadi perubahan harga dan perubahan kurs (Salvatore, 1997:126).
Paritas daya beli absolut menyatakan bahwa keseimbangan nilai mata uang dalam negeri terhadap nilai mata uang luar negeri merupakan perbandingan harga absolut dalam dan luar negeri. Teori paritas daya beli ini dapat dinyatakan:
S=P/P* 2.1
di mana S adalah nilai kurs valas, P adalah tingkat harga, dan tanda (*) menunjukkan variabel luar negeri. Paritas daya beli absolut ini selanjutnya menghasilkan hukum satu harga (law of one price) yang menyatakan bahwa untuk satu jenis barang yang sama, maka harga di tempat lain juga harus sama.
Paritas daya beli relatif menyatakan bahwa kurs valas merupakan suatu prosentase perbandingan perubahan harga absolut dalam negeri terhadap luar negeri. Paritas daya beli relative ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
Δ s et = Δ p et - Δ p e*t 2.2
di mana Δ s et = harapan perubahan kurs spot, (set+1 – s t ); Δ p et = harapan perubahan inflasi, (p et+1 – p t ); notasi yang dinyatakan dalam huruf kecil berarti dinyatakan dalam bentuk logaritma natural (misal: s = In S); tanda * di atas variabel menunjukan negara asing.
Baik PPP versi absolut maupun relatif dapat dinyatakan dalam nilai kurs PPP riil (real exchange rate, StPPP ) sebagai berikut:
S tPPP = S t .P *t / Pt 2.3
di mana mendefinisikan kurs riil dalam nilai daya beli antara dua kelompok konsumsi barang. Dengan kata lain, PPP absolut dinyatakan sebagai S tPPP = 1; dan PPP relatif dapat dinyatakan dalam S t+1PPP = S tPPP
Asumsi utama yang mendasari teori paritas daya beli adalah bahwa pasar komoditi merupakan pasar yang efisien baik dari segi alokasi, operasional, penentuan harga, dan informasi. Asumsi ini selanjutnya menyatakan bahwa (Kuncoro, 1996: 182): (1) Semua barang merupakan barang yang diperdagangkan di pasar internasional (tradable goods) dan tidak ada biaya transportasi; (2) Tidak ada restriksi-restriksi dalam perdagangan internasional; (3) Barang dalam negeri dan luar negeri bersifat homogen sempurna untuk masing-masing barang; (4) Terdapat kesamaan indeks harga yang digunakan untuk memperhitungkan daya beli mata uang asing dan domestik, terutama untuk indeks harga dan elemen indeks harga.

2. Paritas Suku Bunga (Interest Rate Parity/IRP)
Paritas suku bunga (interest rate parity) merupakan teori yang paling dikenal dalam keuangan internasional. Doktrin paritas suku bunga ini mendasarkan nilai kurs berdasarkan tingkat bunga antar negara yang bersangkutan. Dalam negara dengan sistem kurs valas bebas, tingkat bunga domestik (i) cenderung disamakan dengan tingkat bunga luar negeri (i*) dengan memperhitungkan perkiraan laju depresiasi mata uang negara yang bersangkutan terhadap negara lain. Paritas suku bunga diformulasikan dalam:
ft – st = rt – rt* 2.4
di mana ft = kurs forward, st = kurs spot, rt = suku bunga nominal dalam negeri, r*t = suku bunga nominal di luar negeri.
Asumsi yang melandasi paritas suku bunga adalah bahwa pasar asset merupakan pasar yang efisien. Karena itu paritas ini dapat diterapkan untuk investasi dan pinjaman internasional. Logikanya, untuk proyek investasi, investor membandingkan hasil (retrun) dari pasar domestik dengan hasil dari pasar internasional, di mana yang terakhir adalah hasil dari asset luar negeri ditambah premi forward. Bagi proyek pembiayaan, peminjaman membandingkan biaya dari pasar domestik dengan pasar luar negeri. Ekuilibrium akan tercapai bila syarat paritas dipenuhi (Kuncoro, 1996:186-187).

3. Hipotesis Kurs Forward yang Tidak Bias (Unbiased Forward Rate Hypothesis/UFR)
Hipotesis Kurs Forward yang Tidak Bias (Unbiased Forward Rate Hypothesis/UFR) atau sering disebut juga sebagai Paritas Suku Bunga Tidak Tertutup (Uncovered Interest Rate Parity) juga digunakan untuk menganalisis model kurs valas. Dalam teori paritas suku bunga tidak tertutup, diasumsikan pasar yang efisien terjadi bila kurs forward merupakan peramal yang tidak bias untuk nilai kurs spot pada masa yang akan datang (Syafrudin, 1994:53).
Hipotesa kurs forward yang tidak bias (UFR) menekankan pentingnya menggunakan informasi kurs forward seefektif mungkin untuk memprediksi kurs spot di masa yang akan datang. Asumsinya, para pelaku ekonomi memiliki harapan yang rasional dan di pasar valas terdapat efisiensi waktu. Hipotesis ini mengatakan bahwa harapan pasar terhadap variabel ekonomi fundamental yang mempengaruhi kurs dicerminkan oleh kurs forward. Memang seringkali kurs forward memprediksi kurs spot masa mendatang terlalu tinggi atau terlalu rendah, namun rata-rata kurs forward kurang lebih sama dengan kurs spot masa mendatang. Oleh karena itu, kurs forward dipandang sebagai alat prediksi bagi kurs spot masa mendatang, atau:
set+1 = ft atau set+1 – st = ft – st 2.5
di mana set+1 adalah harapan kurs spot masa mendatang; ft adalah kurs forward; stt+1 adalah kurs spot saat ini; hurup kecil berarti dinyatakan dalam logaritma natural (Kuncoro, 1996:187-188).

4. Syarat Paritas Fisher (Fisher Parity Condition/FE)
Syarat paritas Fisher, yang ditemukan oleh Irving Fisher, diturunkan dari persamaan Fisher yang menyatakan bahwa suku bunga nominal kira-kira sama dengan suku bunga rill ditambah harapan inflasi. Dengan kata lain, bila persamaan Fisher terbukti benar bagi kedua negara, maka perbedaan suku bunga nominal akan mencerminkan perbedaan harapan inflasi antara kedua negara, atau :
rt – rt* = Δpte – Δpte* 2.6
dimana rt adalah suku bunga nominal dan pte adalah harapan inflasi; tanda ”*” menunjukan negara lain; huruf kecil dinyatakan dalam logaritma natural.
Uji empiris menunjukan bahwa paritas Fisher terjadi terutama untuk surat berharga jangka pendek yang diterbitkan oleh pemerintah seperti obligasi Departemen Keuangan. Bagi surat berharga yang jatuh temponya lebih lama mengandung risiko finansial yang lebih besar sebagai mana tercermin dari fluktuasi nilai pasar dari obligasi sebelum jatuh tempo (Kuncoro, 1996:188-189).

5. Pritas Fisher Internasional (International Fisher Parity/IFE)
Bila syarat PPP dimasukan dalam syarat paritas Fisher, terlihat bahwa harapan perubahan kurs berhubungan dengan perubahan suku bunga. Inilah yang disebut paritas Fisher Internasional, yaitu bahwa kurs spot akan berubah dalam jumlah yang sama namun dengan arah yang berkebalikan dengan perbedaan suku bunga antara dua negara, atau:
set+1 – st = rt – rt* 2.7

6. Paritas Suku Bunga Riil (Real Intereset Rate Parity)
Kadang-kadang, peneliti maupun inpestor tidak hanya peduli dengan hubungan nominal tetapi juga dengan hubungan riil antara kurs dengan perbedaan suku bunga. Oleh karena itu, kita dapat menyatakan syarat paritas Fisher Internasionala dalam bentuk riil dengan cara mendeplasi perbedaan harapan inflasi (atau dengan mengurangi logaritma natural dari perbedaan harga) dari syarat paritas Fisher Internasional. Ini mengasilkan suatu hubungan yang disebut paritas suku bunga riil, yaitu bahwa harapan perubahan kurs riil sama dengan perbedaan suku bunga riil, atau:
Δ set – (Δpte – Δpte*) = (rt – Δpte) – (rt* - Δpte*) 2.8
Dengan kata lain, perubahan dengan kurs riil diakibatkan oleh perubahan kurs nominal relatip terhadap perubahan dalam harga relatif. Bila PPP tercapai, yaitu bila Δst = (Δpt – Δp* t), maka kurs riil sama dengan nol. Dengan demikian, perubahan dalam kurs riil pasti disebabkan oleh penyimpangan dalam PPP (Kuncoro, 1996:189-190).

C. Mekanisme Syarat-syarat Paritas Internasional
Agar semakin memperjelas bagaimana mekanisme syarat paritas internsional berikut ini akan disajikan ilustrasi dengan angka.
Gambar 2.1
Contoh Syarat Paritas Internasional: Yen/Dollar


Pada gambar diatas, yen diperkirakan menguat 4% terhadap dollar AS. Kurs spot sebesar ¥156/$ diprediksi berubah menjadi ¥150/$ dalam satu tahun mendatang dengan menggunakan PPP (hubungan A), paritas Fisher internasional (hubungan C), dan kurs forward (hubungan E). Laju inflasi diramalkan untuk Jepang sebesar 3% dan AS sebesar 7%, sehingga diperoleh angka ramalan ¥150/$ (PPP versi relatif). Bila perbedaan dalam suku bunga nominal digunakan (paritas Fisher internasional), maka kurs spot diramalkan juga sebesar ¥150/$. Akhirnya, kurs forward untuk jangka satu tahun bagi Yen adalah ¥150/$ bila diasumsikan kurs forward merupakan alat prediksi kurs spot masa mendatang yang tidak bias (Kuncoro, 1996:190-191).
Berikut akan dikemukakan contoh syarat paritas internasional untuk Dollar dan Poundsterling. Notasi dan data yang diperoleh adalah (st, ft, pt, dan pt* yang dinyatakan dalam huruf kecil berarti logaritma natural):

Kurs spot : St($/₤) = $1,6375/₤1 atau st = 0,4931
Kurs Forward : Ft ($/₤) = $1, 5883/₤1 atau ft = 0,4627
Kurs spot 1 tahun mendatang : Set+1 ($/₤) = $1, 5880/₤1 atau Set+1 = 0,4624
Indeks harga saat ini di AS : Pt = 115 atau pt = 4,745
Indeks harga saat ini di Inggris : Pt* = 124 atau pt* = 4,820
Prediksi indeks harga satu tahun mendatang:
* untuk AS : Pet+1 = 120,9 atau pet+1 = 4,795
* untuk Inggris : Pe*t+1 = 134,29 atau pe*t+1 = 4,90
Suku bunga obligasi pemerintah berjangka satu tahun:
* di AS : rt = 8,75%
* di Inggris : rt* = 11,75%
Berdasarkan data di atas, kita dapat menghitung:
Premi forward untuk $ (atau diskon forward untuk ₤):
ft – st = 0,4627 – 0,4931 = -0,0304 ≈ -3%
Kesalahan prediksi dengan menggunakan kurs forward:
set+1 – ft = 0,4624 – 0,4627 = -0,0003 ≈ 0
Harapan perubahan dalam kurs spot:
set+1 – st = 0,4624 – 0,4931 = -0,0307 ≈ -3%
Perbedaan suku bunga nominal:
rt – rt* = 8,75% - 11,75% = -3%
Harapan perbedaan inflasi:
Δpte – Δpte* = (4,795 – 4,745) – (4,90 – 4,82) = 0,005 – 0,08 = -3%
Harapan dalam perubahan kurs riil:
Δset – (Δpte – Δpte*) = st+1* - st – [(pt+1e – pt) – (pt+1e* - pt*)]
= (0,4624 – 0,4931) – [(4,795 – 4,745) - (4,90 – 4,82)]
≈ 0


Perbedaan suku bunga riil:
(rt – Δpte) – (rt* - Δpte*) = [rt – (pt+1e – pt)] – [rt* - (pt+1e* - pt*)]
= [0,0875 – (4,795 – 4,745)] - [0,1175 – (4,90 – 4,820)] = 0
Dengan demikian, kita dapat melihat:
A. Ex ante PPP : Δset = Δpte – Δpte* = -3%
B. Paritas suku bunga : ft – st = rt – rt* = -3%
C. Hipotesis UFR : st+1e – st = ft – st = -3%
D. Paritas Fisher : rt – rt* = Δpte – Δpte* = -3%
E. IFE : st+1e – st = rt – rt* = -3%
D. Paritas suku bunga riil : Δset – (Δpte – Δpte*) = (rt – Δpte) – (rt* - Δpte*) = 0
Dari A sampai dengan F, kita dapat menyimpulkan:
st+1e – st = Δpte – Δpte* = rt – rt* = ft – st = -3%


BAB III
ANALISIS KOMPARATIF


A. Tujuan-tujuan Dalam Penerapan Konsep Syarat-syarat Paritas Internasional
Pada umunya, prinsip-prinsip yang terdapat pada syarat-syarat paritas internasional yang sering digunakan hanya dua dari enam prinsip-prinsip yang ada, yaitu paritas daya beli (Purchasing Power Parity/PPP) dan paritas suku bunga (Interest Rate Parity/IRP). Sebelum kita menganalisi secara komparatif mengenai syarat-syarat paritas internasional sebaiknya kita melihat penerapan konsep syarat-syarat paritas internasional salah satunya adalah paritas daya beli atas negara-negara maju untuk mencapai beberapa tujuan, yang didefinisikan ke dalam empat hal, yaitu:
1. Menentukan nilai tukar mata uang beberapa negara yang seharusnya berlaku pada periode tersebut atau nilai tukar paritas daya beli terhadap nilai tukar aktualnya.
Nilai tukar aktual mata uang adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya yang sesungguhnya berlaku, dalam hal ini digunakan nilai tukar mata uang tujuh negara-negara maju terhadap Dolar Amerika selama periode tertentu. Nilai tukar aktual di sini merupakan nilai tukar yang bersifat seketika (on the spot) dan melandasi transaksi spot (spot transaction), disebut juga sebagai spot rate (Salvatore, 1997:17).
Nilai tukar tersebut telah diolah berdasarkan rata-rata harian (daily averages) dan menggunakan suku bunga antar bank (interbank rate). Sedangkan nilai tukar paritas daya beli adalah nilai tukar yang dihasilkan dengan cara, pertama, membagi indeks harga konsumen negara bersangkutan pada periode 1(periode i) dengan indeks harga konsumen periode dasar , yaitu bulan Januari 1990. Kedua, membagi indeks harga konsumen Amerika, sebagai negara pembanding, pada periode 1 (periode i) dengan periode dasarnya. Ketiga, membagi hasil pembagian pertama dengan kedua, dan hasilnya dikalikan dengan nilai tukar aktual pada bulan Januari 1990 negara yang bersangkutan (kecuali untuk negara Inggris bulan Oktober 1990). Hasil dari perkalian tersebut dinamakan nilai tukar paritas daya beli.
2. Mengukur sensitivitas perubahan indeks harga konsumen terhadap perubahan nilai tukar aktual mata uang negara masing-masing.
Sensitivitas di atas diukur dengan cara, pertama, menemukan prosentase perubahan indeks harga konsumen negara yang bersangkutan dari periode ke periode, selama jangka waktu penelitian, dengan cara mengurangkan indeks harga konsumen suatu periode dengan indeks harga konsumen periode sebelumnya, dan dibagi dengan indeks harga konsumen periode sebelumnya. Kedua, menemukan prosentase perubahan nilai tukar aktual mata uang negara tersebut tiap-tiap periode, selama jangka waktu penelitian yaitu mulai bulan Januari tahun 1990 sampai bulan April tahun 1997, di mana nilai tukar aktual suatu periode dikurangi nilai tukar aktual pada periode sebelumnya, kemudian dibagi dengan nilai tukar periode sebelumnya. Prosentase perubahan dari periode ke periode, baik indeks harga konsumen maupun nilai tukar aktual mata uang negara tersebut, masing-masing dijumlahkan kemudian masing-masing dirata-rata. Dua hasil prosentase tersebut menunjukkan adanya sensitivitas dimana perubahan indeks harga konsumen sebesar prosentase tertentu akan mempengaruhi perubahan nilai tukar aktual sebesar prosentase tertentu.
3. Melihat apakah nilai tukar mata uang berdasarkan konsep paritas daya beli berbeda secara signifikan dengan nilai tukar aktualnya.
Hal ini dicapai dengan cara mengurangkan nilai tukar aktual mata uang setiap negara dengan nilai tukar paritas daya belinya pada masing-masing periode yang sama.

4. Melihat sejauhmana faktor inflasi mempengaruhi nilai tukar mata uang masingmasing negara terhadap Dolar Amerika.
Inflasi didefinisikan sebagai peningkatan tingkat harga rata-rata keseluruhan dalam perekonomian suatu negara, yang dalam penelitian ini dicerminkan oleh indeks harga konsumen. Dengan kata lain, inflasi diukur berdasarkan perubahan prosentase dalam indeks harga konsumen tersebut. Jika suatu indeks pada suatu tahun sebesar 1.05 kali lebih besar dari tahun sebelumnya, berarti pada tahun tersebut terjadi inflasi sebesar 5%.
Ada dua pengujian yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, pertama, menggunakan fungsi regresi linear. Dimana prosentase perubahan nilai tukar aktual mata uang negara bersangkutan dan prosentase perubahan indeks harga konsumennya dari periode ke periode yang telah ditemukan, diolah menggunakan alat analisis regresi. Kedua, menggunakan fungsi regresi kuadratik, dimana prosentase perubahan indeks harga konsumen negara tersebut dari periode ke periode dikuadratkan. Hasil ini diolah bersama-sama prosentase perubahan nilai tukar aktual mata uang negara tersebut, menggunakan metode dan alat analisis yang sama seperti yang digunakan fungsi regresi linear.








Tabel 3.1
Nilai Tukar Tujuh Mata Uang Asing Terhadap Dollar Amerika


B. Rasio Nilai Tukar Aktual Terhadap Nilai Tukar Paritas Daya Beli
Pada Tabel 3.1 ditemukan bahwa deviasi nilai tukar aktual mata uang ketujuh negara terhadap nilai tukar paritasnya yang paling mencolok terjadi pada nilai tukar aktual Yen Jepang. Pada pertengahan tahun 1995, nilai tukar Yen sempat menguat sampai 84,25 Yen per Dolar Amerika. Titik ini merupakan titik terjauh nilai tukar aktual Yen Jepang dari nilai tukar paritasnya, namun pada periode selanjutnya titik ini berangsur-angsur bergerak mendekati daerah pergerakan nilai tukar paritas daya beli Yen. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya tindakan Amerika Serikat yang ingin mengurangi defisit perdagangannya terhadap Jepang pada bulan April 1993, dengan cara melemahkan nilai Dolar terhadap Yen (Madura, 1997:114). Pada tabel terlihat bahwa penguatan Yen terjadi mulai April 1993.
Hal yang sama terjadi pada Krona Swedia, nilai tukar aktual Krona sempat melemah pada titik 8,2665 Krona per Dolar Amerika. Namun berangsur-angsur menguat kembali pada periode-periode selanjutnya, menunjukkan adanya pergerakan Krona mendekati titik nilai tukar paritas daya belinya.
Dalam kurun waktu periode yang sama, nilai tukar aktual Poundsterling sempat mencapai titik 0,6777 Poundsterling per Dolar Amerika, dan pada periode berikutnya berfluktuasi diatas titik 0,61. Pada periode bulan Juli tahun 1996 sempat melemah kembali sampai titik 0,6416 per Dolar Amerika. Namun pada akhir periode kembali mendekati nilai tukar paritasnya, pada titik 0,6139 Poundsterling per Dolar Amerika. Fluktuasi yang terjadi bergerak tidak jauh dari pergerakan nilai tukar paritasnya, dan seringkali mendekati pergerakan nilai paritasnya.
Kecenderungan melemahnya Poundsterling Inggris terhadap Dolar Amerika secara relatif konstan mungkin merupakan tujuan pemerintah Inggris untuk menjadikan komoditi perdagangan Inggris menjadi lebih kompetitif dengan harga yang lebih murah, sehingga dapat meraih pangsa pasar yang lebih besar. Nilai tukar aktual Dolar Kanada sempat melemah untuk beberapa waktu yang cukup lama dibandingkan Poundsterling Inggris, mulai dari bulan Oktober tahun 1992 dan semakin terpuruk pada akhir periode. Pada periode ini pergerakan fluktuasi nilai tukar aktualnya berkisar di titik 1,2 sampai 1,3 Dolar Kanada per Dolar Amerika.
Sedangkan Lira Italia mulai melemah pada bulan Oktober tahun 1992, dan terus melemah pada periode berikutnya. Ada tiga titik terlemah yaitu pada bulan Januari tahun 1994, bulan April tahun 1995, dan bulan Juli tahun 1996. Masing-masing 1697,25 Lira, 1683,25 Lira, dan 1683,25 Lira per Dolar Amerika. Pada periode disekitar ketiga bulan tersebut dan akhir periode kisaran Lira befluktuasi paling banyak pada titik 1,500 Lira per Dolar Amerika. Sedangkan untuk Mark Jerman dan Franc Perancis, nilai tukar aktualnya bergerak lebih fluktuatif. Mark Jerman sempat menguat sampai pada titik tertingginya pada waktu mencapai titik 1,3877 Mark per Dolar Amerika. Sedangkan Franc Perancis sempat menguat pada titik tertingginya di titik 4,898 Franc per Dolar Amerika. Fluktuasi yang terjadi di Jerman ini kemungkinan disebabkan oleh situasi ekonomi negara tersebut yang relatif stabil. Disamping disebabkan pula oleh naik turunnya suku bunga di negara tersebut. Misal, sekitar bulan Juli tahun 1992, adanya harapan terhadap kebijakan uang ketat Jerman menyebabkan tingkat suku bunga naik. Hal ini menjadikan nilai Mark menguat, sedangkan nilai Dolar melemah. Namun, pada bulan Juni tahun 1993, nilai Mark kembali melemah, dan Dolar menguat. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya sinyal dari Bundesbank bahwa suku bunga Jerman mungkin akan menurun (Madura, 1997:114).
Dari hasil perhitungan tersebut ditemukan bahwa dalam jangka panjang fluktuasi nilai tukar aktual mata uang masing-masing negara tidak menyimpang jauh dari nilai tukar berdasarkan konsep paritas daya beli dan bergerak atau kembali mendekati nilai tukar paritas daya beli. Deviasi suatu nilai tukar aktual akan berkisar di sekitar nilai tukar paritas daya beli, dan senantiasa akan bergerak kembali mendekati nilai tukar paritas daya beli (Madura, 1997:236).
Tabel 3.2
Prosentase Perbedaan antara Nilai Tukar Aktual Tujuh Mata Uang Asing
dengan Nilai Tukar Paritas Daya Beli Masing-masing.



Tabel 2 menyajikan nilai tukar aktual mata uang masing-masing negara terhadap nilai tukar yang seharusnya berlaku berdasarkan rumusan paritas daya beli relatif terhadap Dolar Amerika. Suatu mata uang pada suatu periode akan dinyatakan overvalue (nilai tukar aktualnya dihitung terlalu kuat) terhadap Dolar Amerika jika nilai tukar aktualnya lebih kecil daripada nilai tukar berdasarkan rumusan paritas daya beli. Sebaliknya, suatu mata uang pada suatu periode akan dinyatakan undervalue (nilai tukar aktualnya dihitung terlalu lemah) terhadap Dolar Amerika jika nilai tukar aktualnya lebih besar daripada nilai tukar berdasarkan rumusan paritas daya beli.
Prosentase undervalue Poundsterling Inggris dalam kurun waktu yang ada menjadikan mata uang ini menempati nilai tukar aktual yang mengalami undervalue terendah dibandingkan keenam mata uang lainnya, yaitu sebesar -24,91% terhadap Dolar Amerika. Hal ini berarti harga barang-barang yang berlaku di Inggris cenderung lebih murah sebesar 24,91% dibandingkan harga barang-barang di Amerika. Nilai tukar aktual Poundsterling sempat sama dengan nilai tukar paritasnya, yaitu pada saat kedudukan 1 USD = 0,52 Poundsterling. Pada kedudukan ini harga barang-barang di kedua negara mengalami titik keseimbangan dimana Poundsterling tidak mengalami undervalue maupun overvalue terhadap Dolar Amerika.
Krona Swedia merupakan negara kedua yang memiliki nilai undervalue terendah setelah Poundsterling Inggris, yaitu sebesar -20,59%. Dan sempat mengalami overvalue tertinggi sebesar +20,22%. Pada periode ini harga barang di Swedia lebih mahal sebesar 20,22% dibandingkan harga barang di Amerika. Disusul oleh Lira Italia, mengalami undervalue terendah ketiga sebesar -11,85% terhadap Dolar Amerika, dan overvalue tertinggi yang dialami, sebesar +17,11%.
Sedangkan untuk Dolar Kanada, nilai undervalue terendahnya sebesar -6,24%, dan nilai overvalue tertingginya mencapai +13,35%. Tidak jauh berbeda dengan Dolar Kanada, nilai undervalue tertinggi Franc Perancis hanya sebesar -8,44% dan nilai overvalue terendahnya mencapai +13,54%. Namun pergerakan nilai tukar aktual Franc Perancis lebih fluktuatif. Hal yang sama juga terjadi atas fluktuasi Mark Jerman (Haryanto dan Wibisono, 2000:Lampiran 10 dan 11).
Nilai tukar aktual Yen Jepang mencapai nilai overvalue tertinggi sebesar +57,01% terhadap Dolar Amerika. Nilai ini menyebabkan Jepang memiliki nilai overvalue tertinggi dibandingkan keenam negara lainnya. Idealnya, pada periode ini seharusnya harga barang di Jepang 57,01% lebih murah dari harga yang berlaku. Sedangkan nilai undervalue yang terendah Yen Jepang adalah sebesar -9,08%. Seharusnya harga barang di Amerika 9,08% lebih murah dari harga yang sedang berlaku. Nilai overvalue tertinggi kedua dicapai oleh Mark Jerman yaitu sebesar +20,91%, sedangkan nilai undervalue terendahnya sebesar -5,45%. Secara keseluruhan, dari nilai tukar aktual mata ketujuh negara, nilai tukar aktual empat diantaranya cenderung mengalami undervalue terhadap Dolar Amerika, yaitu Poundsterling Inggris, Lira Italia, Krona Swedia, dan Dolar Kanada. Sedangkan lainnya, Mark Jerman, Franc Perancis, dan Yen Jepang, cenderung mengalami overvalue terhadap Dolar Amerika. Pergerakan nilai tukar aktual mata uang suatu negara yang cenderung mengalami undervalue terhadap Dolar Amerika akan bergerak atau lebih banyak berfluktuasi di atas pergerakan nilai tukar berdasarkan paritas daya belinya. Sebaliknya, nilai tukar aktual mata uang suatu negara yang cenderung mengalami overvalue terhadap Dolar Amerika akan lebih banyak bergerak atau berfluktuasi di bawah pergerakan nilai tukar paritas daya belinya (Haryanto dan Wibisono, 2000).

C. Sensitivitas Perubahan Indeks Harga Konsumen (CPI) Terhadap Nilai Tukar Aktual
Tabel 3 menggambarkan perbandingan perubahan relatif indeks harga konsumen tujuh negara terhadap perubahan relatif dalam nilai tukar aktual mata uang ketujuh negara tersebut selama periode bulan Januari tahun 1990 sampai bulan April tahun 1997. Dalam tabel terlihat bahwa perubahan peningkatan indeks harga konsumen akan mempengaruhi peningkatan nilai tukar mata uang dalam negeri setiap negara. Jadi, ada hubungan yang jelas antara tingkat inflasi (dalam penelitian ini dijelaskan oleh perubahan indeks harga konsumen) dengan perubahan nilai tukar aktual mata uang setiap negara (Shapiro, 1996:191).
Perubahan indeks harga konsumen yang terjadi dalam negara Italia (sebagai negara yang mengalami perubahan indeks harga konsumen terbesar diantara ketujuh negara) ternyata menyebabkan perubahan yang cukup mencolok atas nilai tukar aktual Lira, dimana perubahan indeks harga konsumen sebesar 1,13% menyebabkan perubahan nilai tukar Lira sebesar 1,04%. Disusul oleh Swedia yang juga mengalami perubahan besar dalam indeks harga konsumennya, perubahan indeks harga konsumen sebesar 0,89% menyebabkan perubahan nilai tukar Krona 1,09%, lebih besar dibandingkan perubahan indeks harga konsumennya.
Tabel 3.3
Sentivitas Perubahan Indeks Harga Konsumen
Terhadap Perubahan Nilai Tukar
Aktual Tahun 1990-1997

Sumber : Haryono dan Wibisono (2000:42)

Di Inggris perubahan indeks harga konsumen sebesar 0,71% akan menyebabkan peningkatan nilai tukar Poundsterling sebesar 0,87%. Di Jerman, sekalipun perubahan indeks harga konsumennya besar, yakni 0,69% (lebih besar dari negara Kanada, sebesar 0,56%), perubahannya hanya akan meningkatkan nilai tukar Mark sebesar 0,29%. Di Kanada perubahannya akan meningkatkan nilai Dolar Kanada sebesar 0,59%. Perancis merupakan negara dengan perubahan terkecil kedua sebelum Jepang, perubahan indeks harga konsumen sebesar 0,55% akan menyebabkan perubahan nilai tukar Franc sebesar 0,21%.
Hampir seluruh negara obyek penelitian mengalami perubahan positif atas nilai tukar aktualnya yang disebabkan perubahan indeks harga konsumen masing-masing. Namun, lain halnya dengan negara Jepang, perubahan indeks harga konsumen sebesar 0,38%, justru menyebabkan perubahan negatif atas nilai tukar aktual Yen, yakni sebesar minus 0,22%. Salah satu hal yang dapat menyebabkan perubahan negatif tersebut adalah nilai tukar Yen Jepang seringkali mengalami apresiasi terhadap Dolar Amerika dalam kurun waktu periode bulan Januari tahun 1990 sampai bulan April tahun 1997


BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
Konsep-konsep yang terdapat dalam syarat-syarat paritas internasional dapat benar-benar diterapkan dengan tepat jika, pertama, biaya transportasi dan hambatan perdagangan turut dihitung dalam perhitungan konsep ini. Kedua, kondisi pasar yang kondusif untuk menerapkan konsep tersebut dengan tepat adalah pasar persaingan sempurna, bukan monopolistik maupun oligopolistik. Karena, dalam pasar persaingan sempurna, harga produk yang diperdagangkan cenderung sama di semua negara. Ketiga, barang dan jasa yang dihitung harus merupakan barang dan jasa yang diperdagangkan secara internasional, disamping itu, keempat, setiap negara harus memiliki komoditi acuan yang sama.
Meskipun memiliki kelemahan, berdasarkan penggunaan konsep paritas daya beli relatif ditemukan bahwa dalam jangka panjang yang bervariasi di tiap-tiap negara, deviasi suatu nilai tukar aktual berkisar di sekitar nilai tukar paritas daya beli, dan senantiasa akan bergerak kembali mendekati nilai tukar paritas daya belinya. Sebaliknya, dalam jangka pendek, nilai tukar aktual dan nilai tukar paritas daya belinya seringkali mengalami disekuilibrium. Dengan kata lain, antara nilai tukar aktual dan nilai tukar paritas daya beli dari setiap negara yang menjadi obyek penelitian memiliki perbedaan. Pengujian berdasarkan uji hipotesa membuktikan bahwa pergerakan antara nilai tukar aktual dan nilai tukar berdasarkan paritas daya beli dari ketujuh negara berbeda secara signifikan.
Ditemukan juga bahwa setiap perubahan positif daya beli masyarakat dalam prosentase tertentu dari setiap negara yang menjadi obyek penelitian, menyebabkan adanya perubahan positif nilai tukar aktual mata uang setiap negara dalam prosentase tertentu. Kecuali negara Jepang, perubahan positif daya beli masyarakat dalam prosentase yang diperoleh justru menyebabkan perubahan negatif nilai tukar aktualnya.

B. Rekomendasi
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pengaruh syarat-syarat paritas internasional terhadap perubahan kurs mata uang suatu negara terhadap mata uang Dollar perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.
Pertama, perlu dilakukan penelitian lapangan yang lebih mendalam untuk mengetahui kondisi tertentu yang terjadi dalam dunia atau setiap negara yang menjadi obyek penelitian. Hal ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar mata uang setiap negara dalam waktu tertentu. Misalnya, kebijakan ekonomi suatu negara di waktu tertentu pasti akan mempengaruhi perubahan permintaan dan penawaran mata uang negara tersebut.
Kedua, perlu dilakukan penelitian terhadap semua prinsip-prinsip dalam syarat-syarat paritas internasional, tidak hanya terhadap paritas daya beli dan paritas suku bunga sehingga kita dapat mengetahui sejauh mana semua prinsip-prinsip dalam syarat-syarat paritas internasional dapat mempengaruhi kurs valas.

Leave a Reply